MAKALAHASPEK HASIL BELAJAR YANG PERLU DIUKUR
A.
latar belakang
Setiap pembelajaran pasti memiliki suatu target yang harus dicapai atau
sering disebut dengan istilah “tujuan
pembelajaran”, hal ini dicipatakan dalam rangka untuk mensiasati efisiensi
transfer knowlagde yang tentunya pasti
menjadikan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang disusun secara sistematis
sebagai perangkat pendukungnya. Untuk mengetahui sejauh mana tujuan
pembelajaran telah dicapai, maka guru harus melaksanakan evaluasi, yaitu “a systematic process of determining the
extent to which instructional objectives are achieved by pupils” (suatu
proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh
mana tujuan-tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa. Norman E. Gronlund.1976).
Evaluasi akan sangat mudah dilaksanakan apabila tolok ukurnya sudah
diketahui dan difahami yaitu aspek-aspek hasil belajar yang perlu di ukur.
Sehubungan dengan hal tersebut kami mencoba menggali lebih dalam makna-makna
dan segala sesuatunya dalam tolok ukur tersebut dengan memilih “aspek-aspek
hasil belajar yang perlu diukur dalam evaluasi pembelajaran” sebagai judul
dalam penyusunan makalah ini. Dengan harapan bisa lebih memahami dan mengerti
seluk beluknya, sehingga langkah awal sebelum melaksanakan evaluasi yang sesungguhnya
telah kami capai.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan menjadikan
pendidikan kedepan lebih baik dan lebih maju dalam menyongsong zaman
globalisasai.
B.
rumusan masalah
a. apa aspek-aspek hasil belajar yang perlu diukur dalam evaluasi
pembelajaran?
b. Bagaimana penjelasan lebih dalam terkait ranah kognitif ?
c. Bagaimana penjelasan lebih dalam terkait ranah afektif ?
d. Bagaimana penjelasan lebih dalam terkait psikomotorik ?
C. Tujuan
a. mengetahui aspek-aspek hasil belajar yang perlu diukur dalam evaluasi
pembelajaran
b. memahami penjelasan lebih dalam terkait ranah kognitif
c. memahami penjelasan lebih dalam terkait ranah afektif
d. memahami penjelasan lebih dalam terkait ranah psikomotorik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
aspek-aspek hasil belajar yang perlu diukur dalam evaluasi pembelajaran
dalam usaha memudahkan memahami dan mengukur perubahan
perilaku maka perilaku kejiwaan manusia sebagai hasil belajar Menurut Benjamin
S. Bloom dkk. (1956) dapat dikelompokan ke dalam tiga domain yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang
kemampuan, mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai
dri hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar dan mulai dari hal yang konkrit
sampai dengan hal yang abstrak.[1]
Domain hasil belajar adalah perilaku-perilaku kejiwaan
yang akan diubah dalam proses pendidikan. Lihat table berikut:
INPUT
|
PROSES
|
HASIL
|
Siswa:
1. kognitif
2. afektif
3. psikomotorik
|
Proses
belajar mengajar
|
Siswa:
1. kognitif
2. afektif
3. psikomotorik
|
Potensi
perilaku yang dapat diubah
|
Usaha
mengubah perilaku
|
Perilaku
yang telah berubah:
1. efek pengajaran
|
B.
Domain/ Ranah
Kognitif
Adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).[3]secara hirarkhis tingkat
hasil belajar kognitif mulai dari yang paling rendah dan sederhana sampai yang
tinggi dan rumit. Domain/ Ranah kognitif ini dibagi menjadi 6 diantaranya[4]:
1. Pengetahuan (Knowledge), yaitu merupakan kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk dapat mengenali, mengingat, memanggil kembali
tentang adanya konsep , prinsip, fakta, ide, rumus-rumus, istilah, nama.[5] Pengetahuan atau ingatan
ini adalah merupakan proses berpikir yang paling rendah. Contoh hasil belajar
kognitif pada tahap pengetahuan misalnya adalah peserta didik menghafal surat
al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah
satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru pendidikan agama
islam di sekolah.[6]
2. Pemahaman (Comprehension), yaitu kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang
disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan
hal-hal lain.[7]
Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila dia dapat memberikan
penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal dengan menggunakan
kata-kata sendiri.[8]
Pemahaman ini dapat dibedakan menjadi tiga kategori diantaranya:
a. Tingkat terendah/ pertama adalah pemahaman terjemahan, mulai
dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya: dari bahasa inggris ke
dalam bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan Merah
Putih, menerapkan prinsip-prinsip listrik dalam memasang sakelar.
b. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni yang
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya. Menghubungkan
pengetahuan tentang konjungsi kata kerja, subjek, dan passesive pronoun
sehingga tahu menyusun kalimat yang benar, misalnya My friends is studying
bukan My friend studying.
c. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman
ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik
yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas
persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.[9]
3. Penerapan / aplikasi (application), yaitu kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk mennggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret.[10] Aplikasi atau penerapan
ini adalah merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Contoh hasil belajar penerapan atau aplikasi adalah: peserta didik mampu
memikir keluarkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan islam
dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Contoh yang lain: sebuah bak air dengan panjang 2 meter, lebar 1’5 meter dan
tinggi 1 meter, berapa volume yang dapat dimuat?. Bloom membedakan delapan
aplikasi diantaranya:
a. Dapat menetapkan prinsip atau generelisasi mana yang sesuai
untuk situasi baru yang dihadapi. Dalam hal ini yang bersangkutan belum
diharapkan untuk dapat memecahkan seluruh problem, tetapi sekadar dapat
menetapkan prinsip yang sesuai.
b. Dapat menyusun kemabli problemnya sehingga dapat menetapkan
prinsip atau generalisasi mana yang sesuai.
c. Dapat memberikan spesifikasi batas relevansi suatu prinsip atau
generalisasi mana yang sesuai.
d. Dapat mengenali hal-hal khusus yang yang menyimpang prinsip atau
generalisasi tetentu
e. Dapat menjelaskan suatu fenomena baru berdasarkan prinsip atau
generalisasi tertentu seperti melihat adanya hubungan sebab-akibat atau
menjelaskan proses terjadinya sesuatu.
f.
Dapat meramalkan sesuatu
yang akan terjadi berdasarkan prinsip-prinsip atau generalisasi tertentu.
g. Dapat menentukan tindakan atau keputusan tertentu dalam
menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip atau generalisasi yang
sesuai.
h. Dapat menjelaskan alasan penggunaan suatu prinsip atau
generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.[11]
4. Analisis (analysis), yaitu kemempuan yang menuntut
peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu kedalam
unsur-unsur atau komponen pembentuknya.[12] Contoh: peserta didik
dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan
seorang di rumah, di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah
mayarakat, sebagai bagian dari ajaran islam.[13] Penyusunan tes perlu
mengenal berbagai kecakapan yang termasuk klasifikasi analisis sebagai berikut:
a. Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau
pernyataan-pernyataan, dengan menggunakan kriteria analitik tertentu.
b. Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak
disebutkan secara jelas.
c. Dapat meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang implisit
atau yang perlu ada berdasarkan kriteria dan hubungan materinya.
d. Dapat mengetengahkan pola atau tata susunan materi dengan
menggunakan kriteria seperti relevansi, sebab-akibat, keruntutan atau sekuensi.
e. Dapat mengenal organisasi prinsip-prinsip atau organisasi
pola-pola dan materi yang dihadapi.
f.
Dapat meramalkan dasar
sudut pandangan, kerangka acuan, dan tujuan dari materi yang dihadapinya.[14]
5. Sintesis (synthensis), yaitu kemampuan yang menuntut peserta
didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor.
Hasil yang didapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme.[15] Contoh hasil belajar
dalam sintesis: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya
kedisiplinan sebagaimana telah diajarkan oleh islam. Dalam karanganya itu
peserta didik juga dapat mengemukan secara jelas, amanat bapak Presiden
Soeharto dalam Upacara Peringkatan Hari Kebangkitan Nnasional tanggal 20 Mei
1995 yang telah mencanangkan kedisiplinan nasional, baik kedisiplinan kerja, dsb.[16] Berpikir sintesis
merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif. Dan
berpikir kreatif ini merupakan salah satu hasil yang dicapai dalam pendidikan.
Kemampuan berpikir sintesis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe,
yaitu:
a. Kemampuan menemukan hubungan yang unik. Dengan suatu pandangan
yang unik, seseorang dapat menemukan hubungan unit-unit yang tak berarti
menjadi suatau integrasi yang berarti dengan menambahkan suatu unsure tertentu.
Termasuk dalam tipe ini ialah kemampuan mengomunikasikan gagasan, perasaan,
atau pengalamannya dalam bentuk tulisan, gambar, simbol ilmiah.
b. Kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasional dari
suatu tugas atau masalah yang diketengahkan. Sebagai contoh, misalkan dalam
suatu rapat bermunculan berbagai usul tentang berbagai hal. Dengan kemampuan
sintesisnya, seorang anggota rapat mengusulkan langkah-langkah urutan atau
tahap-tahap untuk membahas dalam meyelesaikan berbagai usul tersebut.
c. Kemampuan mengabstraksi sejumlah fenomena, data atau hasil
observasi, menjadi teori, proporsi, hipotesis, skema, model.[17]
6. Evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau
konsep berdasarkan criteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ini adalah
menciptakan kondisi sedimikian rupa sehingga peserta didik mampu mengembangkan kriteria
atau patokan untuk mengevaluasi sesuatu.[18] Contoh hasil belajar evaluasi:
peserta didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh
seseorang.[19]
Bentuk evaluasi berdasarkan kriteria internal dapat berupa mengukur
probabilitas suatu kejadian, menerapkan kriteria tertentu pada hasil suatu
karya, mengenal ketetapan, kesempurnaan dan relevensi data, membedakan valid-
tidaknya generalisasi, argumentasi. Bentuk evaluasi yang memdasarkan criteria
eksternal, antara lain: mengembangkan standar sendiri tentang kualitas karya
kontemporer, membandingkan berbagai teori, generalisasi, dan fakta suatu
budaya. Kemampuan evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi enam tipe
diantaranya:
a. Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya atau
dokumen.
b. Dapat memberikan evaluasi tentang keajengan dalam memberikan
argumentasi, evidensi dan kesimpulannya, logika dan organisasinya.
c. Dapat memahami nilai serta sudut pandangan yang dipakai orang
dalam mengambil suatu keputusan.
d. Dapat mengevaluasi suatu karya dengan membandingkannya dengan
karya lain yang relevan.
e. Dapat mengevaluasi suatu karya denga menggunakan kriteria yang
tela ditetapkan.
TABEL
KATA KERJA RANAH KOGNITIF
PENGETAHUAN
(A-1)
|
PEMAHAMAN (A-2)
|
PENERAPAN (A-3)
|
ANALISIS (A-4)
|
SINTESIS (A-5)
|
EVALUASI (A-6)
|
Mengingat
Menghafal
menyebut
|
Menerangkan
menjelaskan
|
Menghitung
Membuktikan
Menerapkan
|
Memilah
Membedakan
Membagi
|
Merangkai
Merancang
Mengatur
|
Mengkritik
Menilai
Menafsirkan
|
C.
Ranah afektif
Ranah afektif adalah internalisasi sikap yang menunjukan kearah pertumbuhan
batiniyah dan terjadi bila peserta didik sadar tentang nilai yang diterima
kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk
nilai dan menetukan tingkah laku.[21] Taksonomi
hasil belajr afektif dikemukakan oleh Krathwohl, (Winkel, 1996: 247; sudjana,
1990:29-30:subino, 1987: 23-26; Gronlund dan linn, 1990: 508; suciati, 2001:
19). Krathwohl membagi hasil belajar afektif menjadi lima tingkat yaitu
penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internaslisasi. Hasil
belajar disusun secara hirarkhis dari tingkat yang paling rendah dan sederhana
hingga yang paling tinggi dan kompleks.[22]
1.
Penerimaan
(Receiving) atau menaruh perhatian (at-tending)
Adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk
masalah, situasi, gejala dan lain sebagainya. Termasuk dalam jenjang ini
misalnya adalah kesadaran unutk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi
gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Penerimaan (Receiving) atau menaruh perhatian (at-tending) juga sering diberi
pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek.
Ppada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima
nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri
kedalam nilai itu atau mengidentikan diri dengan nilai itu. Contoh hasil
belajar afektif jejang receiving misalnya: peserta didik menyadari bahwa
disiplin wajib ditegakan, sifat malas dan tidka berdisiplin harus disingkirkan
jauh-jauh.[23]
2.
Responding
(=menanggapi) mengandung arti adanya
parstisipasi aktif. Jadi kemapuan menaggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu
dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat
lebih tinggi dari pada jenjang receiving. Contoh peseerta didik tumbuh
hasratnya untuk mempelajari lebih jauh menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran
islam tentang kedisiplinan.[24]
3.
Valuing
(menilai = menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau
memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila
apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau
penyesalan. Valuing merupakan tingkatan afektif yang lebih tinggi lagi dari
receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peerta
didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena yaitu baik atau buruk. Bila
sesuatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan telah mampu mereka untuk mengatakan “’itu adalah baik”, maka ini
berarti bahwa peserta didik telah menjalani
proses penilaian. Nilai itu mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian maka nilai tereut telah stabil dalam peserta didik. Contoh
tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin,
baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.[25]
4.
Orgsnization (= mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan
perbedaan nilai-nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan
umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam
satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai
lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimlikinya. Contoh peserta
didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh
sekolahan.[26]
5.
Characterization bya a Value or Value
Complek (= karakteristisasi dengan suatu
nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.contoh sisiwa telah
memiliki kebulatan sikap, wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT
yang tertera dalam Al-Quran surat al Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal
yang menyagkut kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun di
tengah-tengah masyarakat.[27]
TABEL KATA KERJA RANAH AFEKTIF
MENERIMA
(A-1)
|
MENANGGAPI (A-2)
|
MENILAI (A-3)
|
MENGELOLA (A-4)
|
MENGHAYATI (A-5)
|
Memilih
Mempertayankan
Mengikuti
Menganut
Mematuhi
meminati
|
Menjawab
Membantu
Mengajukan
Menyenangi
Menyambut
Mendukung
|
Mengasumsikan
Menyakini
Melengkapi
Menyakinkan
Memperjelas
Mengundang
|
Menganut
Mengubah
Menata
Mengklasifikasi
Mengombinasikan
Mempertahankan
|
Mengubah perilaku
Berakhlak mulia
Mempengaruhi
Mendegarkan
Mengkluasifikasi
Melayani
|
D.
Ranah Psikomotorik
ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotorik dikemukakan oleh
simpons (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam
bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif, afektif hal ini
bisa dilihat apabila peserta didik telah menunjukan perilaku atau perbuatan
tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kkognitif dan ranah
afektifnya. Jika hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif dengan materi
tentang kedisiplinan menurut ajaran islam sebagaimana telah dikemukakan pada
pembicaraan terdahulu, maka wujud nyata dari hasil belajar psikomotor yang merupakan
kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif itu adalah
a.
Peserta
didik bertanya kepada guru pendidikan agama islam tentag contoh-contoh
kedisiplinan yang telah ditunjukan oleh Rosululloh SAW dan lainya
b.
Peserta
didik mencari dan membaca buku-buku , majalah-majalah atau brosur-brosur, surat
kabar da lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan.
c.
Peserta
didik dapat memberikan penjelasan kepada teman-teman sekelasnya disekolah, atau
kepada adik-adiknya di rumah atau kepada anggota masyarakat lainya. Tentang
pentingnya kedisiplinan diterapkan, baik disekolah, di rumah, maupun
ditengah-tengah kehidupan masyarakat dan seterusnya-seterusnya.[28]
TABEL KATA KERJA RANAH PSIKOMOTORIK
PENIRUA (P-1)
|
MANIPULASI (P-2)
|
PENGALAMIAHAN (P-3)
|
ARTIKULASI (P-4)
|
Mengatifkan
Menyesuaikan
Menggabungkan
|
Mengoreksi
Merancang
Memilah
|
Mengalihkan
Menggatikan
Memutar
|
Mempertajam
Membentuk
Memadankan
|
TABEL ENAM JENJANG KEMAMPUAN RANAH PSIKOMOTORIK
TINGKAT KLASIFIKASI DAN SUB KATAGORI
|
URAIAN
DAN CONTOH
|
TINGKAH LAKU
|
1.
Gerakan Refleks
1.1 Refleks Segmental
1.2 Refleks Intersegmental
1.3 Refleks Suprasegmental
|
Respon gerakan yang tidak disadari yang dimiliki
sejak lahir
Kesemuanya berhubungan dengan gerakan-gerakan
yang dikoordinasikan oleh otak dan bagian-bagian sumsum tulang belakang
|
Bungkuk, merengangkan badan, penyesuaian postur
tubuh
|
2.
Gerakan Fundamental yang
Dasar
2.1 Gerakan Lokomotor
2.2 Gerakan Nonlokomotor
2.3 Gerakan Manipulatif
|
Gerakan-gerakan yang menuntun kepada
keterampilan yang sifatnya kompleks
Gerakan-gerakan yang mendahului kemampuan
berjalan.
Gerakan-gerakan dinamis di dalam suatu rungan
yang bertumpu pada sesuatu sumbu tertentu.
Gerakan-gerakan yang terkoordinasikan .
|
Jalan, lari, lompat, mendaki, dorong, tarik,
pegang, memanjat
Bermain piano, naik sepeda, mengetik
|
3.
Kemapuan Pereseptual
3.1 Diskriminasi Kinestesis
3.2 Diskriminasi Visual
3.3 Diskriminasi Audioteoris
3.4 Diskriminasi Taktil
3.5 Diskriminasi Terkoordinir
|
Kombinasi dari kemampuan kognitif dan gerakan
Menyadari akan gerakan-gerakan tubuh seseorang.
Visual acuity, visual tracking, visual
memory, consistency
Auditory acuity, auditory tracking, auditory
memory
Kemampuan untuk membedakan dengan sentuhan
Koordinasi antara mata dengan tangan, dan mata
dengan kaki
|
Hasil-hasil kemampuan perseptual diamati dalam
semua gerakan yang disengaja.
|
4.
Kemampuan Fisik
4.1 Ketahanan
4.2 Kekuatan
4.3 Fleksibilitas
4.4 Agilitas (kecerdasan otak)
|
Kemampuan yang diperlukan untuk mengembangkan
gerakan-gerakan ketrampilan tingkat tinggi
Kemampuan untuk melanjutkan aktivitas termasuk
ketahanan otot dan denyut jantung
Kemampuan menggunakan otot untuk menmgadakan
perlawanan
Rentangan gerakan dan sendi
Kemampuan untuk bergerak ceapat termasuk
kemampuan untuk mengubah arah, memulaim atau berhenti, mengurangi waktu
tenggang antara reaksi dan respond dan meningkatkan ketangkasan
|
Lari jauh, berenang, balet, mengetik,
|
5.
Gerakan Trampil
5.1 Keterampilan Adaptif
5.2 Keterampilan Adaptif Terpadu
5.3 Keterampilan Adaptif Kompleks
|
Gerakan-gerakan yang memerlukan berlajar (menari,
olahraga)
Setiap adaptasi yang berhubungan dengan dasar
gerakan dasargerakan nonlokomotor
Gerakan kombinasai untuk menggunakan alat-alat
(raket)
Menguasai mekanisme seluruh tubuh (senam)
|
Semua ketrampilan yang dibentuk atas dasar
lokomotor dan pola gerakan manipulatif
|
6.
Komunikasi Nondiskursif
6.1 Gerakan Ekspresif
6.2 Gerakan Interpretif
|
Kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan
gerakan.(ekspresi wajah, postur)
Gerakan-gerakan yang digunakan dalam kehudupan
sehari-hari (sikap dan gerakan tubuh, isyarat)
Gerakan sebagai bagian dari bentuk seni termasuk
gerakan estestis, gerakan-gerakan kreatif.[29]
|
Semua gerakan taria adan koreografus yang
dilakuakn dengan efisien.[30]
|
BAB III
KESIMPULAN
1. hasil belajar Menurut Benjamin S. Bloom dkk. (1956) dapat
dikelompokan ke dalam tiga domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2. Ranah kognitif Adalah ranah yang mencakup kegiatan mental
(otak).[31]secara hirarkhis tingkat
hasil belajar kognitif mulai dari yang paling rendah dan sederhana sampai yang
tinggi dan rumit. Domain/ Ranah kognitif ini dibagi menjadi 6 diantaranya
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi
3. Ranah afektif Adalah internalisasi
sikap yang menunjukan kearah pertumbuhan batiniyah dan terjadi bila peserta
didik sadar tentang nilai yang diterima kemudian mengambil sikap sehingga
menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menetukan tingkah laku
4. ranah psikomotorik adalah ranah yang
berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Remaja
Rosdakarnya, 2009.
Purwanto, Evaluasi hasil Belajar, Yogyakarta: pustaka
pelajar, 2009
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:
Raja Grafindo persada, 2005 .
Sudjana, Nana, Penilaian Hasil
Proses Belajar Megajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Purwanto, Ngalim, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran, Bandung: Rosdakarya, 2004.
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta:
Rineka Cipta, 2008.
Arikunto, Suharsini, Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
[1] Zainal arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung:
Remaja Rosdakarnya, 2009, Hal 21
[2] Purwanto, Evaluasi hasil Belajar, Yogyakarta:
pustaka pelajar, 2009, Hal. 49
[3].Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo persada, 2005, Hal. 49
[4] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses
Belajar Megajar, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005, Hal. 22
[5] Ibid. Zainal Arifin, Hal. 21
[6] Ibid. Anas Sudijono, hlm:50
[7] Ibid. Zainal Arifin, hlm.21
[8] Ibid. Anas Sudijono, hlm.50
[9] Ibid. Nana Sudjana, hlm.24
[10]Ibid. Zainal Arifin, hlm.21
[11] Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan
Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: Rosdakarya, 2004, Hal.45
[12] Ibid. Zainal Arifin, Hal. 21-22
[13] Ibid. Anas Sudijono, hlm.51
[14]Ibid. Ngalim Purwanto.hlm.46
[15] Ibid. Zainal Arifin, hlm.22
[16]Ibid. Anas Sudijono, hlm.51- 52
[22] Purwanto,Evaluasi Hasil Belajar, yogyakarta:pustaka belajar, 2009, Hal.51
[23] Anas sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, jakarta: raja grafindo persada,
2005, Hal 54
[24] Ibid.Hal 55
[25] Ibid.
[26] Ibid Hal 56
[27] ibid
[28] ibid
[29] Suharsini Arianto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidukan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003,
hal. 123-125
[31].Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo persada, 2005, Hal. 49
1 komentar:
Terimakasih banyak
ijin copas
Posting Komentar