MAKALAH
PROSEDUR
PELAKSANAAN TES
A. Latar Belakang
Kegiatan penilaian saat ini tampak berkembang dengan pesat terutama sejak
terbit dan berlakunya kurikulum tahun 1975. Buku Kurikulum 1975 sudah di
lengkapi dengan buku pedoman penilaian. Sebagai petunjuk pelaksanaan yang bersifat
teknis, buku tersebut sudah cukup memberikan arah yang jelas. Namun secara
terbatas penulis mendapatkan gambaran bahwa belum semua guru di sekolah
mempelajari buku pedoman tersebut, bahkan ada yang belum melihatnya sama
sekali.
Penulisan makalah ini bertujuan membantu memberikan pengetahuan dan
keterampilan kepada calon guru maupun para guru yang sudah bertugas, agar ada
pegangan dalam bekerja.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja istilah-istilah
dalam pelaksanaan tes?
2.
Bagaimana teknik pelaksanaan
tes hasil belajar?
3.
Bagaimana prosedur
pelaksanaan tes tertulis?
4.
Bagaimana prosedur
pelaksanaan tes lisan?
5.
Bagaimana prosedur pelaksanaan
tes perbuatan?
C. Tujuan
1.
Mengetahui tentang apa saja
istilah-istilah dalam pelaksanaan tes
2.
Mengetahui dan fahan teknik
pelaksanaan tes hasil belajar dengan baik
3.
Mengetahui dan faham prosedur
pelaksanaan tes tertulis dengan baik
4.
Mengetahui dan faham prosedur
pelaksanaan tes lisan dengan baik
5.
Mengetahui dan faham prosedur
pelaksanaan tes perbuatan dengan baik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Istilah-istilah dalam
Pelaksanaan Tes
Sebelum sampai pada uraian yang lebih jauh, maka akan di terangkan dahulu
arti dari beberapa istilah-istilah yang berhubungan dengan tes ini.
1.
Tes
Tes
merupakan alat atau prosedur yang di gunakan untuk mengetahui atau mengukur
sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-atutran yang sudah ditentukan.
Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misalnya:
melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret
jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan, menjawab secara lisan dan
sebagainya.
2.
Testing
Testing
merupakan saat pada waktu tes di laksanakan. Dapat juga di katakana testing
adalah saat pengambilan tes
3.
Testee
Testee
adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Orang-orang inilah yang akan di
nilai atau di ukur, baik mengenai kemampuan, minat, bakat, pencapaian, dan
sebagainya.
4.
Tester
Tester
adalah prang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para
responden. Dengan kata lain tester adalah subjek evaluasi (tetapi adakalanya
hanya orang yang di tunjuk oleh subjek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya).
Tugas
tester antara lain:
a.
Mempersiapkan ruangan dan
perlengkapan yang di perlukan.
b.
Membagikan lembaran tes dan
alat-alat lain untuk mengerjakan.
c.
Menerangkan cara
mengerjakan tes.
d.
Mengawasi responden
mengerjakan tes.
e.
Memberikan tanda-tanda
waktu.
f.
Mengawasi responden
mengerjakan tes.
B. Teknik Pelaksanaan Tes Hasil
Belajar
Di tinjau dari bentuk pelaksanaannya, tes dapat di bagi menjadi tiga
jenis, yaitu:
1.
Tes tertulis
2.
Tes lisan
Pada tes tertulis, soal-soal tes di tuangkan dalam bentuk tertulis dan
jawaban tes juga tertulis. Pada tes lisan, soal-soal di ajukan secara lisan dan
di jawab secara lisan pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes di ajukan
secara lisan dan dalam waktu yang di tentukan, jawaban harus di buat secara
tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian
perintah atau tugas yang harus di laksanakan oleh testee, dan cara penilaianya
dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang di capai
setelah testee melaksanakan tugas tersebut[3].
C. Prosedur Pelaksanaan Tes
Tertulis
Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian, yaitu sebagaimana di kemukakan berikut ini.
1.
Agar dapat mengerjakan soal
tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat
berlangsungnya tes di pilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara
hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang. Adalah sangat bijaksana apabila di luar
ruangan tes di pasang papan bemberitahuan.
2.
Ruangan tes harus cukup
longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk di atur dengan jarak tertentu
yang memungkinkantercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.
3.
Ruangan tes sebaiknya
memiliki system pencahayaan dan pertukaran udara yang baik. Ruangan yang gelap
atau remang-remang disamping menyulitkan testee dalam membaca soal dan
menuliskan jawabanya, juga menyulitkan bagi tester atau pengawas tes dalam
menunaikan tugasnya. Ruang tes yang terlalu terang atau terlalu menyilaukan
mata, disamping dapat menimbulkan udara panas juga dapat menyebabkan testee
cepat menjadi letih.
4.
Jika dalam ruangan tes
tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas empat penulis, maka
sebelum tes di laksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis yang
terbuat dari triplex, hardboard atau bahan lainya, sehingga testee tidak harus
menuliskan jawaban soal tes yang di letakkan di atas paha sebagai alas
tulisnya.
5.
Agar testee dapat memulai
mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes di
letakkan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk membaca
dan mengerjakan soal lebih awal dari pada teman-temanya. Dalam hubungan ini
testee harus di beri tahu bahwa mereka baru boleh memulai mengerjakan soal tes
setelah tanda waktu bekerja di lakukan.
6.
Dalam mengawasi jalanya
tes, pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan terlalu banyak bergerak,
terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan tes sehingga mengganggu konsentrasi
testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan selalu duduk di kursi sehingga
dapat membuka peluang bagi testee yang tidak jujur untuk bertindak curang
(kerja sama dengan testee lainya, atau menyontek). Jika pengawas tes lebih dari
satu orang, sebaiknya jangan terlalu banyak bercakap-cakap yang dapat
mengganggu ketenangan tes. Dengan demikian pelaksanaan tes hasil belajar akan
berlangsung tidak terlalu longgar dan tidak pula terlalu mencekam.
7.
Sebelum berlangsungya tes,
hendaknya sudah di tentukan terlebih dahulu sanksi yang dapat di kenakan kepada
testee yang berbuat curang. Sanksi itu dapat berupa tindakan mengeluarkan
testee dari ruangan tes dan karenanya tesnya di anggap gugur, atau dengan jalan
membuat berita acara tentang terjadinya kecurangan tersebut, atau menuliskan
kata “curang” di atas kertas pekerjaan estee yang berbuat curang itu.
8.
Sebagai bukti mengikuti
tes, harus di siapkan daftar hadir yang harus di tanda tangani oleh seluruh peserta
tes. Dalam mengedarkan daftar hadir tes itu hendaknya di usahakan agar tidak
mengganggu ketenangan jalanya tes.
9.
Jika waktu yang telah di
tentukan telah habis, hendaknya testee di minta untuk menghentikan pekerjaanya
dan secepatnya meninggalkan ruangan tes. Tester atau pengawas tes hendaknya
segera mengumpulkan lembar-lembar pekerjaan (jawaban) tes seraya meneliti,
apakah jumlah lembar jawaban tes itu sudah sesuai dengan jumlah testee yang
tercantum dalam daftar hadir tes.
10.
Untuk mencegah timbulnya
berbagai kesulitan di kemudian hari, pada berita acara pelaksanaan tes harus di
tuliskan secara lengkap, berapa orang estee yang hadir dan siapa yang tidak
hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor ujian,
nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau
kelainan-kelainan harus di catat dalam berita acara pelaksanaan ter tersebut[4].
D. Prosedur Pelaksanaan Tes
Lisan
Beberapa petunjuk praktis ini kiraya dapat dipergunakan sebagagai
pegangan dalam pelaksanaan tes lisan.
1.
Sebelum tes lisan di
lakasanakan seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi sebagai jenis soal
yang akan di ajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lissan
dapat di harapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun
kontruksinya.
2.
Setiap butir soal yang
telah di tetapkan untuk di ajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan
sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya. Karena para tester atau
evaluator berasal dari latar belakang kailmuan yang berbeda-beda dengan
berbagai nilai dan pandangan dasar yang berbeda pula[5].
Hal ini di maksudkan agar tester disamping mempunyai kriteria yang pasti dalam
memberikan skor atau nilai kepada testee atas jawaban yang mereka berikan dalam
tes lisan tersebut, juga tidak akan terpukau atau terkecoh dengan jawaban
panjang lebar atau berbelit-belit yang diberikan oleh testee, yang menurut
testee merupakan jawaban betul dan tepat, padahal menurut kriteria yang di
tentukan sesungguhnya sudah menyimpang atau tidak ada hubunganya dengan soal
yang di ajukan kepada testee.
3.
Jangan sekali-kali
menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes
lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat di tentukan di saat
masing-masing testee selesai dites. Hal ini di maksudkan agar bemberian skor
atau nilai hasil tes lisan yang diberikan kepada testee itu tidak di pengaruhi
oleh jawaban yang diberikan oleh testee yang lain.
4.
Tes hasil belajar yang di
laksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah
dari evaluasi menjadi diskusi. Tester harus senantiasa menyadari bahwa testee
yang ada di hadapanya adalah testee yang sedang “diukur” dan “dinilai” prestasi
belajarnya setelah nereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
Dengan demikian apabila terjadi bahwa jawaban yang diberikan oleh testee yang
sekalipun menyimpang dari kriteria yang telah di tentukan, namun sebenarnya
tidak dapat disalahkan atau tidak sepenuhnya salah, cukup di berikan skor atau
nilai dan tidak perlu disangkal atau diperdebatkan, yang dapat mengakibatkan
kegiatan evaluasi berubah menjadi kegiatan diskusi.
5.
Dalam rangka menegakkan
prinsip objektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang di laksanakan secra
lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angina segar” atau
“memancing-mancing” dengan kata-kata, kalimat-kalimat, atau kode tertentuyang
sifatnya menolong testee tertentu alasan “kasihan” karena tester menaruh “rasa
simpati” kepada testee yang di hadapinya itu. Menguji pada hakekatnya adalah
“mengukur” dan bukan “membimbing” testee.
6.
Tes lisan harus berlangsung
secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tas lisan itu
mengandung makna bahwa tes lisan itu jangan sampai menimbulkan rasa takut,
gugup, atau panic di kalangan testee. Karena itu, dalam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada testee, tester harus menggunakan kata yang halus,
bersifat sabar dan tidak emosional. Penggunaan kalimat-kalimat yang sifatnya
“menteror”, yang meimbulkan tekanan psikis pada testee, haruslah di cegah.
7.
Sekalipun acapkali sulit
untuk diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar
yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi tiap peserta tes
dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut.
Harus diusahakan terciptanya keseimbangan alokasi waktu, antara testee yang
satu dengan testee yang lain.
8.
Pertanyaan-pertanyaan yang
di ajukan dalam tes lisan hendaknya di buat bervariasi, dala arti bahwa inti
pesoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan pertanyaanya dibuat
berlainan atau beragam. Hal ini dimaksudkan agar testee yang dites lebih akhir
(karena sudah memnperoleh informasi dari testee yangyang telah dites
terdahulu), jangan sampai memperoleh nasib yang lebih mujur ketimbang testee
yang dites lebih awal.
9.
Sejauh mungkin dapat
diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu).
Hal ini di maksudkan agar tidak mempengaruhi mental testee yang lain. Misalnya
apabila dalam tes lisan itu secara serempak tester berhadapan dengan dua orang
testee atau lebih dan pertanyaan yang sedang di ajukan kepada testee yang
mendapat kesempatan lebih awal tidak mungkin dapat di jawab oleh testee
berikutnya, maka mental testee yang belum di tes itu akan menjadi menurun,
sehingga akan mempengaruhi jawaban-jawaban berikutnya. Selain itu hal tersebut
diatas juga dimaksudkan agar tidak memberikan “angin segar” kepada testee yang
belum dites, sebab mereka mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk menyiapkan
jawabannya ketimbang testee yang sedang atau sudah selesai dites[6].
E. Prosedur Pelaksanaan Tes
Perbuatan
Tes perbuatan pada umumnya di gunakan untuk mengukur taraf kompetensi
yang bersifat ketrampilan (psikomotorik), dimana penilaianya dilakukan terhadap
proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah
melaksanakan tugas tersebut.
Karena tes ini bertujuan ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes
perbuatan ini di laksanakan secara individual. Hal ini di maksudkan agar
masing-masing individu yang dites akan dapat di amati dan dinilai secara pasti,
sejauh mana kemampuan atau keterampilanya dalam melaksanakan tugas yang
diperintahkan kepada masing-masing individual tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh tester.
1.
Tester harus mengamati
dengan teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang di
tentukan.
2.
Agar dapat di capai kadar
obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya testr jangan berbicara atau berbuat
sesuatu yang data mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tesebut.
3.
Dalam mengamati testee yang
sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instumen
berupa lembar penilaian yang di dalamya telah ditentukan hal-hal apsajkah yang
harus di amati dan di berikan penilaian[7].
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebelum melakukan suatu tes kita harus mengetahui apa yang dimaksud tes,
testing, testee, dan tester.
Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil balajar dapat di selenggarakan
secara tertulis (tes tertulis), dengan cara lisan (tes lisan) dan dengan
perbuatan.
Pada tes tertulis, soal-soal tes di tuangkan dalam bentuk tertulis dan
jawaban tes juga tertulis. Pada tes lisan, soal-soal di ajukan secara lisan dan
di jawab secara lisan pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes di ajukan
secara lisan dan dalam waktu yang di tentukan, jawaban harus di buat secara
tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian
perintah atau tugas yang harus di laksanakan oleh testee, dan cara penilaianya
dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang di capai
setelah testee melaksanakan tugas tersebut.
Adapun pelaksanaan masing- masing tes tersebut telah di sebutkan secara
lengkap sebagaimana telah di sampaikan di atas.
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi.
1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara
Purwanto, M.
Ngalim. 2006. Prinsip-prinsip dan Teknik
Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
PT Grafindo Persada
Sudjana,
Djuju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan
Luar Sekolah Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
[1]Suharsimi,
Arikunto. 1999. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm 53-54
[2]M.
Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip
dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm 110
[3]Anas,
Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada. Hlm 151
[4]M.
Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip….Hlm
151-153
[5]Djuju,
Sudjana. 2006. Evaluasi Program
Pendidikan Luar Sekolah Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm 278
[6]M.
Ngalim, Purwanto. 2006. Prinsip-prinsip…Hlm
154-156
[7]Ibid.
Hlm 156-157
0 komentar:
Posting Komentar